Tarekat Qadariyah Wa Naqsabandiyah: Implikasinya Terhadap Kesalehan Sosial

Sumber:

Tarekat Qadariyah Wa Naqsabandiyah: Implikasinya Terhadap Kesalehan Sosial

Abstract
Tarekat Qoodiriyah Naqsyabandiyah atau Thoriqoh Qoodiriyah Naqsyabandiyah adalah perpaduan dari dua buah tharekat besar, yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah Naqsabandiyah. Pendiri tarekat baru ini adalah seorang Syekh Sufi besar yang saat itu menjadi Imam Masjid Al-Haram di Makkah al Mukarramah, Syaikh Ahmad Khatib Ibn Abd.Ghaffar al-Sambasi al-Jawi (w.1878 M.). Dia adalah ulama besar nusantara yang tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah.

Syaikh Ahmad Khatib adalah mursyid Thariqah Qadiriyah. Kesalehan Sosial merupakan salah satu sendi penting dalam Islam. Kesalehan sosial merupakan aplikasi dari muamalah seseorang yang menjadi salah satu barometer bagi tingkat Kesalehan ritual seseorang. Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN) merupakan lembaga Sosial keagamaan yang juga mempunyai andil dalam mewujudkan program kesalehan social minimal bagi kelompoknya. Dalam hal ini TQN bersinergi melakukan kedua kesalehan baik ritual maupun social demi mencapai khairu ummah yang diidamkan


SYEKH BAHAUDDIN NAQSYABAND MAHA GURU DAN PEMBAHARU TASAWUF -

TAREKAT QADARIYAH WA NAQSABANDIYAH: IMPLIKASINYA TERHADAP KESALEHAN SOSIAL

Abstrak
Tarekat Qoodiriyah Naqsyabandiyah atau Thoriqoh Qoodiriyah Naqsyabandiyah adalah perpaduan dari dua buah tharekat besar, yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah Naqsabandiyah. Pendiri tarekat baru ini adalah seorang Syekh Sufi besar yang saat itu menjadi Imam Masjid Al- Haram di Makkah al Mukarramah, Syaikh Ahmad Khatib Ibn Abd.Ghaffar al-Sambasi al-Jawi (w.1878 M.). Dia adalah ulama besar nusantara yang tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah. Syaikh Ahmad Khatib adalah mursyid Thariqah Qadiriyah. Kesalehan Sosial merupakan salah satu sendi penting dalam Islam.

Kesalehan sosial merupakan aplikasi dari muamalah seseorang yang menjadi salah satu barometer bagi tingkat Kesalehan ritual seseorang. Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN) merupakan lembaga Sosial keagamaan yang juga mempunyai andil dalam mewujudkan program kesalehan social minimal bagi kelompoknya. Dalamn hal ini TQN bersinergi melakukan kedua kesalehan baik ritual maupun social demi mencapai khairu ummah yang diidamkan

A. Pendahuluan
Problematika utama yang dihadapi oleh masyarakat didalam kehidupan sehari-hari adalah masalah tanggung jawab untuk mengimplementasikan nilai-nilai sosial keagamaan itu sendiri. Dalam hal ini tarekat merupakan salah satu jalan ajaran agama islam yang menuntun umatnya dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT yang didalamnya ada nilai-nilai sosial keagamaan.

Tarekat yang berarti jalan, petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadat sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi‟in, turun-temurun sampai kepada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai. Guru-guru yang memberikan petunjuk dan pimpinan ini dinamakan mursyid yang mengajar dan memimpin muridnya sesudah mendapat ijazah dari gurunya pula sebagaimana tersebut dalam silsilahnya.

Nabi Muhammad SAW. adalah Nabi terakhir yang diutus oleh Allah SWT dengan membawa wahyu sebagai pedoman umat manusia. Oleh sebab itu kita sebagai umat islam harus beriman (meyakini) Nabi Muhammad adalah Rasul Allah dan mewarisi segala apa yang diajarkannya. Seperti firman Allah surat Al-Fathayat 9 yang artinya:

Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Umat islam tentu mempunyai tujuan yang sangat penting salah satunya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam mendekatkan diri kepada Allah tidak cukup hanya melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diberikan kepada umat islam. Karena Nabi Muhammad yang sudah suci hatinya, kuat imannya dan dijamin masuk surga oleh Allah SWT, beliau masih juga melaksanakan ibadah-ibadah sunnah sebagai pelengkap ibadah wajib. 

Muslim awam dalam mengikuti amalan-amalan yang dicontohkan oleh Nabi, membutuhkan seseorang yang memimpin dan membimbing yang disebut syeikh(mursyid) atau guru. Syekh (mursyid) atau guru mempunyai kedudukan yang penting dalam tarekat. Ia tidak saja merupakan seorang pemimpin yang mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahir dan pergaulan sehari-hari, supaya tidak menyimpang dari ajaran- ajaran islam dan terjerumus dalam ma‟siat, berbuat dosa besar maupun dosa kecil, yang segera harus ditegurnya, tetapi ia merupakan pemimpin kerohanian yang tinggi sekali dalam
kedudukan tarekat itu. Ia merupakan perantaraan dalam ibadat antara murid dan Tuhan. Syekh ialah orang yang sudah mencapai maqam rijalul kamal, seorang yang sudah sempurna suluknya dalam ilmu syari‟at dan hakikat menurut Al-Qur‟an, sunnah dan ijma‟.

Tarekat qodiriyah merupakan satu diantara macam-macam  ajaran tarekat dalam agama islam. Tarekat ini didirikan oleh syekh Abdul Qadir Al-Jailani, beliau seorang alim dan zahid. Pada mulanya beliau seorang ahli fiqh yang terkenal dalam madzhab Hambali, kemudian sesudah beralih kegemarannya kepada ilmu tarekat dan hakekat menunjukkan keramat dan tanda-tanda yang berlainan dengan kebiasaan sehari-hari.

Inti dalam ajaran tarekat adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT., yang didalamnya termasuk berdzikir. Seperti firman Allah surat Al-Ahzab ayat 41-42 yang artinya:

41. Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.
42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Masyarakat yang sudah mengikuti ajaran tarekat diharapkan sudah menerapkan nilai-nilai sosial keagamaannya dengan baik. Karena di dunia ini banyak berbagai macam keturunan, lingkungan dan berbagai jenis karakter. Sehingga dalam menjalankan dan menerapkan nilai-nilai sosial keagamaannya tentu banyak tantangannya. Banyak penganut tarekat Qodiriyah yang merasa dirinya sudah menjalankan ajaran Rasulullah dengan baik, tapi dalam menerapkan social keagamaannya dalam kehidupan sehari-hari masih kurang. Ketika mau berangkat ke pengajian, penuh dengan semangat dan ceria. Namun di pengajian masih ada juga yang membicarakan teman jama‟ah lain.

B. Konsep Ajaran Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah
Pemuka sekaligus pendiri tarekat ini adalah Sayyid Muhammad Muhyiddin „Abdul-Qodir Jilani, yang wafat pada tahun 1266 M di usia sembilan puluh tahun. (Valiuddin, 1997:121). Tarekat Qadiriyah tidak dinamai oleh Syeikh Abdul Qadir Jailani, namun oleh murid sekaligus mursyid di bawahnya yaitu Syeikh Abdul Aziz.Tarekat ini dikenal dengan metode dzikir yang disebut dzikir jahar (diucapkan dengan suara keras)

Tarekat Naqsabandiyah didirikan oleh Muhammad bin Bahauddin al-Uwaisi al-Bukhari (717-791/1318-1389) dari Bukhara (dulu bagian dari Uni Sovyet). Naqsabandi berasal dari kata “Naksyaband” yang berarti lukisan, atau penjagaan bentuk kebahagiaan hatiTarekat ini diberi nama Naqsabandiyah karena Syeikh Bahauddin dalam memberikan lukisan kehidupan gaib. Syeikh Bahauddin belajar tarekat dan ilmu adab pada Amir Sayyid Kulal al-Bukhari (w. 772/1371), namun dalam segi kerohanian, beliau belajar pada Abd al-Khaliq al-Ghujdawani (w. 617/1220)68. Beliau juga pernah belajar tasawuf kepada Muhammad Baba al-Sammasi (w.740/1340) di al-Sammas, Bukhara, pada usia delapan belas tahun. Orang yang dianggap sebagai pendiri pertama tarekat Naqsabandiyah adalah Abdul. Khaliq al-Ghujdawani. Beliau bersama Khwajagan (para tuan guru) tinggal di Asia Tengah dan mengajarkan dzikir khafi (zikir dalam hati) kepada Syeikh Bahauddin sebagai dzikir khas Tarekat Naqsyabandiyah

Syeikh Ahmad Khatib tidak serta merta menggabungkan ajaran dua tarekat besar di atas. Beliau menganggap bahwa kedua tarekat tersebut memiliki kesamaan pandangan mengenai tasawuf yang tidak mengesampingkan syariat serta menentang faham wihdah al-Wujud, sehingga jenis dan metode dzikirnya dapat saling melengkapi. Tarekat Qadiriyah mengajarkan dzikir Jahr Nafi Itsbat, sedangkan Tarekat Naqsabandiyah mengajarkan dzikir Sirri Ism Dzat. Penggabungan ini juga membuat metode murakkabah menjadi lebih efektif dan efisien sehingga diharapkan para muridnya dapat mencapai derajat kesufian yang lebih tinggi


Dalam bukunya Abu Bakar Aceh 7 menjelaskan bahwa“Syeikh Abdul Qadir Jailani adalah seorang alim dan zahid, dianggap qutubul‟aqtab, mula pertama seorang ahli fiqh yang terkenal dalam madzhab hambali, kemudian sesudah beralih kegemarannya kepada ilmu tarekat dan hakekat menunjukkan
keramat dan tandatanda yang berlainan dengan kebiasaan sehari- hari”. Orang dapat membaca sejarah hidup dan keanehan- keanehannya dalam kitab yang dinamakan Manaqib Syeikh Abdul Qadir Jailani, asli tertulis dalam bahasa Arab, dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia tersiar luas di Negeri kita, yang dibaca oleh rakyat pada waktu-waktu tertentu, konon untuk mendapatkan berkahnya.
 
Sajak dalam masa hidupnya sudah ada beberapa orang yang telah menyempurnakan ajarannya dan pergi menyiarkan ajaran itu ke tempat lain. Seorang dari padanya ialah Ali bin Al- Hadda, yang kemudian terkenal di Yaman dengan gerakannya, yang lain bernama Muhammad Batha‟ ini bertempat tinggal di Baalbek, tetapi memperkembangkan juga tarekat ini di Syria. Taqiyuddin Muhammad Al-Yunani terkenal sebagai seorang penyair tarekat Qodiriyah yang ternama di Baalbek, sedang
Muhammad bin Abdus Samad adalah seorang yang dianggap keramat di Mesir, karena katanya ia mewakili Abdul Qadir sendiri, yang akan menuntun manusia menempuh jalan menuju Tuhan dan Rasul-Nya.8 Kaum sufi dalam tarekat Qodiriyah menitikberatkan pengosongan “sirr” dari segala jenis pikiran selain Allah dan penyucian jiwa dari segala macam sifat tercela, hewani, dan syaithani. Mereka berpandangan bahwa ruh manusia berasal dari “Alam Perintah” (alam al-amr) dan mampu memantulkan cahaya Ilahi. 

Namun, karena berbagai kotoran yang ada dalam jiwa, ia tidak bisa berbuat demikian. (Valiuddin, 1997: 38). Dalam tarekat ini, dzikr dilakukan dengan keras (yakni, bersuara) tetapi tidak terlalu keras sehingga bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Musa Asy‟ari: Wahai manusia! Janganlah kalian menyusahkan diri dengan suara keras

Tidak ada komentar:

Posting Komentar