Ajaran dan Amalan Tarekat Naqsyabandiyah

Sumber
TAREKAT NAQSYABANDIYAH DAN PERILAKU

3. Ajaran dan Amalan Tarekat Naqsyabandiyah

Ajaran dasar Tarekat Naqsyabandiyah pada umumnya mengacu kepada empat aspek pokok yaitu: syari‟at, thariqat, hakikat dan ma‟rifat. Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah ini pada prinsipnya adalah cara-cara atau jalan yang harus dilakukan oleh seseorang yang ingin merasakan nikmatnya dekat dengan Allah.49 Tarekat Naqsyabandiyah, seperti juga tarekat yang lainnya mempunyai beberapa tata cara peribadatan, teknik spiritual, dan ritual tersendiri. Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah menurut Muhammad Amin kurdi dalam kitabnya, „Tanwir al-Qulub‟ terdiri atas 11 asas; 8 asas dirumuskan oleh „Abd. Al-Kahaliq Ghujdawani, sedangkan 3 asas lainnya adalah penambahan oleh Muhammad Baha‟al-Din Naqsyabandi.50

Ajaran dasar atau asas-asas ini dikemukakan dalam bahasa Persia (bahasanya dari Khawajangan dan kebanyakan penganut Naqsyabandiyah India), dan banyak disebutkan dalam banyak risallah, termasuk dalam jami’ al-Ushul fi al-Awliya kitab karya Ahmad Dhiya al-Din Gumusykhanawi yang dibawa pulang dari Makkah oleh banyak jamaah haji Indonesia pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad ke dua puluh.51

Adapun beberapa ajaran yang diajarkan tarekat naqsyabandiyah yang terdiri dari :

  1. Husy dar dam, “sadar sewaktu bernafas” suatu latihan konsentrasi: di mana seseorangharus menjaga diri dari kekhilafan dan kealpaan ketika keluar masuk nafas, supaya hati selalu merasakan kehadiran Allah. Hal ini di karenakan setiap keluar masuk nafas yang hadir beserta Allah, memberikan kekuatan spiritual dan membawa orang lebih dekat kepada Allah. Karena kalau orang lupa dan kurang perhatian berarti kematian spiritual dan mengakibatkan orang akan jauh dari Allah.
  2. Nazhar bar qadam, “menjaga langkah” seorang murid yang sedang menjalani khalwat suluk, bila berjalan harus menundukan kepala, melihat kea rah kaki. Dan apabila duduk, tidak memandang ke kiri atau ke kanan. Sebab memandang kepada aneka ragam ukiran dan warna dapat melalaikan orang dari mengingat Allah, selain itu juga supaya tujuan-tujuan yang (rohaninya) tidak di kacaukan oleh segala hal yang berada di sekelilingnya yang tidak relevan.
  3. dar wathan, “melakukan perjalanan di tanah kelahirannya” maknanya adalah melakukan perjalanan batin dengan meninggalkan segala bentuk ketidak sempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia.
  4. Khalwat dar anjuman, sepi di tengah keramaian. Khalwat bermakna menyepinya seorang pertapa, sementara anjuman dapat berarti perkumpulan tertentu. Berkhalwat terbagi pada dua bagian, yaitu: a) Khalwat lahir, yaitu orang yang bersuluk mengasingkan diri ke sebuah tempat tersisih dari masyarakat ramai. b) Khalwat batin, yaitu mata hati menyaksikan rahasia kebesaran Allah dalam pergaulan sesama makhluk.
  5. Yad krad, “ingat atau menyebut”. Ialah berzikir terus menerus mengingat Allah, baik zikir ism al-dzat (menyebut Allah), maupun zikir nafi itsbat (menyebut La Ilaha illa Allah). Bagi kaum Naqsyabandiyah zikir itu tidak terbatas dilakukan secara berjamaah ataupun sendirian sesudah shalat, tetapi harus terus menerus suapaya di dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen.
  6. Baz Gasht, “kembali”, “memperbarui”. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan hati agar tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang (melantur). Sesudah menghela (melepaskan) nafas, orang yang berzikir itu kembali munajat dengan mengucapkan kalimat yang mulia ilahi anta maqshudi wa ridhaka mathlubi (Ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan keridhaan-Mu-lah yang kuharapkan). Sewaktu mengucapkan zikir, makna dari kalimah ini harus senantiasa berada di hati seseorang, untuk mengarahkan perasaannya yang paling halus kepada Allah semata. Sehingga terasa dalam kalbunya rahasia tauhid yang hakiki dan semua makhluk ini lenyap dari pandangannya.
  7. Nigah Dasyt, “waspada”. Ialah setiap murid harus menjaga hati, pikiran, dan perasaan dari sesuatu walau sekejap ketika melakukan zikir tauhid. Hal ini bertujuan untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang yeng tetat akan Tuhan, dan untuk memelihara pikiran dan perilaku agar sesuai dengan makna kalimah tersebut.
  8. Yad Dasyt, “mengingat kembali”. Adalah tawajuh (menghadapkan diri) kepada nur dzat Allah Yang Maha Esa, tanpa berkata-kata. Pada hakikatnya menghadapkan diri dan mencurahkan perhatian kepada nur dzat Allah itu tiada lurus, kecuali sesudah fana (hilang kesadaran diri) yang sempurna.57

Adapun tiga asas lainnya yang berasal dari Syaikh Baha al-Din Naqsyabandi adalah:

  1. Wuquf zamani, “memeriksa penggunaan waktu”, yaitu orang yang bersuluk senantiasa selalu mengamati dan memerhatikan dengan teratur keadaan dirinya setiap dua atau tiga jam sekali. Apabila ternyata keadaanya terus- menerus sadar dan tenggelam dalam zikir, dan melakukan yang terpuji, maka hendaklahia bersyukur kepadanya. Sebaliknya apabila keadaanya dalam alpa atau lalai dan melakukan perbuatan dosa, maka harus segera minta ampun dan tobat kepada Allah, serta kembali kepada kehadiran hati yang sempurna. 
  2. Wuquf’ adadi, “memeriksa hitungan zikir”, yakni dengan penuh hati-hati (konsentrasi penuh) memelihara bilangan ganjil pada zikir naïf itsbat, 3 atau 5 sampai 21 kali.
  3. Wuquf qalbi, “menjaga hati tetap kontrol”. Kehadiran hati serta kebenaran tiada yang tersisa, sehingga perhatian seseorang secara sempurna sejalan dengan zikir dan maknanya. Selain kebenaran Allah dan tiada menyimpang dari makna dan perhatian zikir. Lebih jauh dikatan bahwa hati orang yang berzikir itu berhenti (wuquf) menghadap Allah dan bergumul dengan lafadz-lafadz dan makna zikir.
b. Amalan Tarekat Naqsyabandiyah

Amalan merupakan suatu perintah atau amanah yang guru berikan terhadap murid, adapun seorang murid wajib mengamalkan amalan-amalan tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. Tarekat Naqsyabandiyah memiliki beberapa amalan yang wajib dikerjakan seorang murid agar dalam amalan tersebut membentuk akhlak yang baik, amalan ajaran Tarekat Naqsyabandiyah sebagai berikut :

a) Zikir dan Wirid

Teknik dasar Naqsyabandiyah, seperti kebanyakan tarekat lainnya, adalah dzikir yaitu berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun menyatakan kalimat la ilaha illallah. Tujuan latihan itu ialah untuk mencapai kesadaran akan Tuhan yang lebih langsung dan permanen. Pertama sekali, Tarekat Naqsyabandiyah membedakan dirinya dengan aliran lain dalam hal dzikir yang lazimnya adalah dzikir diam (khafi, “tersembunyi”, atau qalbi, ” dalam hati”), sebagai lawan dari dzikir keras (dhahri) yang lebih disukai tarekat-tarekat lain.60 Kedua, jumlah hitungan dzikir yang mesti diamalkan lebih banyak pada Tarekat Naqsyabandiyah

Ali Maksum,Tasawuf Sebagai Pembebasan Manusia Modern 

daripada kebanyakan tarekat lain. Dzikir dapat dilakukan baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. Banyak penganut Naqsyabandiyah lebih sering melakukan dzikir secara sendiri-sendiri, tetapi mereka yang tinggal dekat seseorang syekh cenderung ikut serta secara teratur dalam pertemuan-pertemuan di mana dilakukan dzikir berjamaah. Di banyak tempat pertemuan semacam itu dilakukan dua kali seminggu, pada malam Rabu dan setelah sholat Jum‟at.

Tarekat Naqsabandiyah mempunyai dua macam zikir yaitu:

  1. Zikir ism al-dzat, mengingat yang Haqiqi dengan mengucapkan nama Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali (dihitung dengan tasbih), sambil memusatkan perhatian kepada Tuhan semata.
  2. Zikir Tauhid , artinya mengingat keesaan. Dzikir ini terdiri atas bacaan perlahan diiringi dengan pengaturan nafas, kalimat la ilaha illa llah, yang dibayangkan seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Bunyi La digambar dari daerah pusar terus ke hati sampai ke ubun-ubun. Bunyi Ilaha turun ke kanan dan berhenti pada ujung bahu kanan. Kata berikutnya, illa dimulai dengan turun melewati bidang dada sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata terakhir Allah di hujamkan dengan sekuat tenaga. Orang membayangkan jantung itu mendenyutkan nama Allah dan membara, memusnahkan segala kotoran.

Selain dari dua macam zikir di atas, pengikut Tarekat Naqsyabandiyah mengenal zikir latha’if yang lebih tinggi tingkatannya. Dengan dzikir ini, orang memusatkan kesadarannya (dan membayangkan nama Allah itu bergetar dan memancarkan panas) berturut-turut pada tujuh titik halus pada tubuh. Tingkatan zikir ini adalah :

  1. Mukasyah. Mula-mula zikir dengan nama Allah dalam hati sebanyak 5000 kali sehari semalam. Kemudian melaporkan kepada syeikh untuk di naikkan zikirnya menjadi 6000 kali sehari-semalam. Zikir 5000 dan 6000 itu dinamakan maqam pertama.
  2. lathifah (jamak latha‟if), zikir ini antara 7000 hingga 11.000 kali sehari-semalam. Terbagi kepada tujuh macam yaitu qalb (hati), ruh (jiwa), sirr (nurani terdalam), khafi (kedalaman tersembunyi), akhfa (kedalaman paling tersembunyi), dan nafs nathiqah (akal budi). Lathifah ketujuh, kull jasad sebetulnya tidak merupakan titik tetapi luasnya meliputi seluruh tubuh. Bila seseorang telah mencapai tingkat dzikir yang sesuai dengan lathifah terakhir ini, seluruh tubuh akan bergetar dalam nama Tuhan. Ternyata latha‟if pun persis serupa dengan cakra dalam teori yoga. Memang, titik-titik itu letaknya berbeda pada tubuh, tetapi peranan dalam psikologi dan teknik meditasi seluruhnya sama saja.
  3. Nafi’ Itsbat, pada tahap ini, atas pertimbangan syeikh, diteruskan zikirnya dengan kalimat la ilaha illa Allah. Merupakan maqam ke-tiga
  4. Waqaf Qalbi
  5. Ahadiah 
  6. Ma’iah
  7. Tahlil, Setelah sempat pada maqam terakhir ini maka sang murid tersebut akan memperolah gelar Khalifah, dengan ijazah dan berkewajiban menyebarluaskan ajaran tarekat ini dan boleh Mendirikan suluk yang dipimpin oleh mursyid.
b) Muraqabah (pengawasan)
Muraqabah adalah konsentrasi penuh dan waspada terhadap segenap kekuatan jiwa, pikiran, imajinasi dan tindakan. Suatu pengawasan diri yang cermat atas keadaan lahir dan batin sehingga menghasilkan terpeliharanya suasana hati yang jernih dan sehat. Kejernihan dan kesehatan hati terukur dari kemampuan hati untuk menjalankan fungsinya. Al-Ghazali sudah menyebutkan bahwa fungsi hati adalah hikmah (wisdom) dan pengenalan Tuhan (gnosis, ma‟rifah). Tanpa hikmah dan ma‟rifah, muncullah berbagai penyakit hati seperti sombong, dengki, curang dan berbagai bentuk perasaan, pikiran, dan perilaku negativ lainnya. Orang yang senantiasa dalam kondisi muraqobah berarti merasa selalu terawasi dan terlihat oleh tuhan, pikiran dan perasaannya senantiasa terkontrol dan bekerja dalam batas-batas ketentuan hokum islam, sehingga melahirkan perilaku (moral) yang luhur.

c) Suluk (Khalwat)
Suluk adalah perjalanan di jalan spiritual menuju sang sumber. Ini adalah metode perjalanan melalui berbagai keadaan dan kedudukan, di bawah bimbingan seorang guru spiritual. Seseorang yang menempuh jalan ini disebut salik. Seorang hamba yang telah jauh berjalan menuju Allah dengan sungguh-sungguh menunjukkan penghambaanya kepada Allah.66 Suluk juga bisa dikatakan dengan khalwat, khalwat adalah penarikan diri dan penyendirian spiritual. Semula khalwat dilakukan secara fisik. Dengan menarik diri dari gangguan-gangguan luar yang potensi menyimpangkan seseorang dalam kontemplasinya atas nama dan sifat-sifat amal, yang biasa dilakukan di gua-gua atau tempat-tempat yang sepi. Akhirnya, penarikan diri menjdai semata-mata bersifat spiritual ketika hati senantiasa hadir terus-menerus bersama Allah, maka hal ini dikatakan berkhalwat.67 Kebanyakan syekh naqsyabandiyah mempunyai ruang khusus tempat para muridnya dapat menjalankan suluk. Selama dalam menjalankan khalwat, seorang santri makan dan minum sedikit sekali, hampir seluruh waktunya untuk sholat, dzikir dan meditasi serta tidak diizinkan berbicara hal-hal yang bermanfaat.

d.) Tawajjuh
Konsentrasi, perhatian atau “menghadapkan wajah pada sesuatu”. Tawajjuh dapat mengacu pada konsentrasi spiritual yang terjadi antara mursyid dan murid. Pada tataran makna yang lebih tinggi, tawajjuh berarti perhatian Allah pada sesuatu yang mungkin yang menyebabkan sesuatu itu menjadiChabib, Mengenal thariqah panduan pemula mengenal jalan menuju Allah Ta’ala, mewujud.68 Tawajjuh dalam ritual naqsyabandiyah merupakan perjumpaan dimana seseorang membuka hatinya pada syekhnya dan membanyangkan hatinya itu disirami berkah sang syekh yang akhirnya membawa hati itu ke hadapan Nabi Muhammad. Hal ini disimbulkan dengan berupa pertemuan kening guru dan syekhnya, Proses tawajuh bisa dilihat pada bab 4.

e.) Adab Berzikir
Menurut Amin al-Kurdi, adab berzikir itu 11 macam, yaitu : 
  1. Mempunyai wudhu, selalu dalam keadaan suci dari hadast. 
  2. Melaksanakan shalat sunat dua rakaat.
  3. Menghadap kiblat di tempat sunyi.
  4. Duduk dengan posisi kebalikan dari duduk tawarruk dalam shalat, karena para sahabat duduk di hadapan Nabi SAW seperti itu. Duduk seperti itu lebih merendahkan diri dan pancra indra lebih terhimpun.
  5. Mohon ampun pada Allah dari semua kesalahan dengan mengingat kejahatan yang telah dilakukan dan meyakini bahwa Allah melihatnya. Lalu mengucapkan astaghfirullah disertai dengan pengertiannya dalam hati sebanyak 5 atau15 atau 25 kali lebih baik.
  6. Membaca al-Fatihah satu kali dan surah al-Ikhlas 3 kali, kemudian dihadiahkan pahalanya kepada roh Nabi Muhammad SAW. Dan kepada roh-roh para Syaikh Tarekat Naqsyabandiyah.
  7. Memejamkan kedua mata, mengunci mulut dengan mempertemukan kedua bibir, lidah dinaikkah ke langit-langit mulut. Hal itu dilakukan untuk mencapai kekhusyuan yang sempurna dan lebih memastikan lintasan dalam hati yang sempurna dan lebih memastikan lintasan-lintasan dalam hati yang harus lebih diperhatikan.
  8. Rabithah kubur, yakni dengan membayangkan bahwa diri kita telah mati, dimandikan, dikafani, di shalatkan, di usung kekubur, dan dikebumikan. Semua keluarga dan sahabat, dan kenalan meninggalkan kita sendirian dalam kubur.
  9. Rabithah mursyid, yakni murid menghadapkan hatinya ke hati syaikh (guru) dan mengkhayalkan rupa guru, dengan menganggap bahwa hati guru itu pancuran yang melimpah dari lautan yang luas ke dalam hati murid. Dan Syaikh itu merupakan wasithah (perantara) untuk sampai kepada Allah.71
  10. Menghimpun semua panca indra, memutuskan hubungan dengan semua yang membuat kita ragu kepada Allah, dan menghadapkan semua indra hanya kepada Allah. Kemudian mengucapkan illahi anta maqshudi waridhaka mathlubi sebanyak tiga kali, dengan sungguh-sungguh dan hati yang bersih. Sesudah itu barulah mulai berzikir ism al-dzat dalam hati dengan meresapkan pengertiannya sekali, yakni dialah dzat yang tiada satupun setara dengan dia
  11. Pada waktu zikir hampir berakhir, menunggu sesuatu yang akan muncul sebelum membuka dua mata. Apabila datang sesuatu yang ghaib, maka hendaklah waspada dan berhati-hati menghadapinya, karena cahaya hati akan berpancar. Sesudah mata terbuka, lintasan atau pemandangan yang ghaib itu tidak mau hilang, maka hendaklah diucapkan Allahu Zazhiri sebanyak tiga kali.
f.) Rabithah.
Rabithah ialah menghadirkan rupa guru atau Syaikh ketika hendak berzikir. Hal ini sebagai salah satu kelanjutan dari salah satu kelanjutan dari salah satu ajaran yang terdapat pada Tarekat ini adalah wasilah. Wasilah aladah meditasi melalui seorang pembimbing spiritual (mursyid) sebagai suatu hal yang dibutuhkan untuk kemajuan spiritual. Untuk sampai kepada perjumpaan pada sang Mutlak, seorang tidak hanya memerlukan bimbingan saja, tetapi campur tangan aktif dari para pendahulu sang pembimbing termsauk yang paling penting Nabi Muhammad. Menemukan rantai yang menghubungkan seseorang dengan Nabi, dan melalui beliau sampai kepada Tuhan adalah bagian penting dari pencarian spiritual.

Ada enam cara dalam melakukan rabithah, yaitu : 

  1. Menghadirkan di depan mata dengan sempurna.
  2. Membayangkannya di kiri dan kanan, dengan memusatkan perhatian kepada rohaniah sampai terjadi sesuatu yang ghaib. Apabila rohaniah mursyid yang dijadikan rabithah itu lenyap, maka murid dapat menghadapi peristiwa yang terjadi. Tetapi jika peristiwa itu lenyap, maka murid harus berhubungan kembali dengan rohaniah guru, sampai peristiwa yang dialami tadi atau peristiwa yang sama dengan itu muncul kembali. 3. Menghayalkan rupa guru di tengah-tengah dahi. Memandang rabithah di tengah-tengah dahi itu.
  3. Menghadirkan rupa guru di tengah-tengah hati.
  4. Mengahyalkan rupa guru di kening kemudian menurunkannya ke tengah hati. Menghadirkan rupa Syaikh dalam bentuk keempat ini, agak sukar melakukannya, tetapi lebih berkesan dari cara-cara yang sebelumnya. 6. Menafikan (meniadakan) dirinya dan mentsabitkan (menetapkan)
keberadaan guru. Cara ini lebih kuat untuk menangkis aneka ragam ujian dari gangguan-gangguan.

g.) Khatm khawajangan
Khatm artinya penutup atau akhir, khawajangan, berasal dari Persia, artinya Syaikh-syaikh. Khatm khawajagan artinya serangkaian wirid, ayat, shalawat, dan doa yang menutup setiap zikir berjamaah. Khatam dianggap sebagai tiang ketiga Naqsyabandiyah, setelah zikir ism al-dzat dan zikir naïf wa itsbat. Khatam dibacakan ditempat yang tidak ada orang luar, dan pintu harus tertutup. Tidak seorang pun boleh ikut serta tanpa izin terlebih dahulu dari Syaikh. Selain itu para jamaah khatam haruslah dalam keadaan berwudhu.74

Menurut Muhammad Amin al-Kurdi, khatm khawajagan terdiri atas:
  1. Pembacaan istighfar 15 atau 25 kali, didahului oleh sebuah doa pendek.
  2. Melakukan rabithah bi al-syaikh, sebelum berzikir
  3. Membaca 7 kali surah al-Fatihah.
  4. Membaca shalawat 100 kali, misalnya Allahumma shali Ala Sayyidina Muhammadin al-Nabiyyi al-umiyyi wa’ ala alihi washahbiha wasallam. 
  5. Membaca surah al-Insyirah (surah ke 94) 77 kali.
  6. Membaca surah al-Ikhlas 1001 kali. 7) Membaca 100 kali shalawat.
  7. Mambaca doa sebagaimana terlampir. 
  8. Membaca ayat-ayat tertentu dari al-Qur‟an.
Dalam pelaksanaan Khatm Khawajagan ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Biasanya dalam pelaksanaannya khatm dalam bentuk yang sudah diperingkas. Satu hal yang tidak boleh ditinggalkan adalah doa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar