Kisah Wali Sufi, Syekh Junaid Al Baghdadi Berguru pada Orang Gila

Kisah Wali Sufi, Syekh Junaid Al Baghdadi Berguru pada Orang Gila yang Cerdas dan Bijak

Dari Ummul Mukminin Juwairiyah RA bahwa, sekali waktu Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam  pernah pergi meninggalkan beliau selepas shalatSyekh Junaid Al-Baghdadi adalah seorang sufi terkemuka. Pada suatu hari beliau keluar di kota Baghdad bersama dengan beberapa muridnya. Syekh Junaid Al-Baghdadi bertanya tentang Bahlul, dan muridnya menjawab bahwa Bahlul adalah orang gila. Mereka bertanya kepada Syekh Junaid Al-Baghdadi apa yang diperlukan gurunya dari orang gila tersebut, dan Syekh Junaid memerintahkan muridnya mencari Bahlul.

Murid-muridnya lalu mencari Bahlul dan bertemu dengannya di gurun. Mereka lalu mengantar Syekh Junaid kepadanya. Ketika Syekh Junaid mendekati Bahlul, beliau melihat Bahlul sedang gelisah sambil menyandarkan kepalanya ke tembok. Syekh Junaid kemudian menyapanya, Bahlul menjawab dan bertanya kepadanya. “Siapakah engkau? Tanya Bahlul. “Aku adalah Syekh Junaid Al-Baghdadi,” kata Syekh Junaid.

“Apakah engkau Abul Qosim,?" tanya si Bahlul. “Iya,” jawab Syekh Junaid. 
“Apakah engkau Syekh Bagdadi yang memberikan petunjuk rohani kepada orang-orang?,” tanya si Bahlul lagi. “Iya,” jawab Syekh Junaid. 
“Apakah engkau tahu bagaimana cara makan?,” tanya si Bahlul.

“Aku mengucapkan bismillah, aku makan yang ada dihadapanku, aku menggigitnya sedikit demi sedikit. Meletakkannya di sisi kanan dalam mulutku dan perlahan mengunyahnya, aku tidak menatap suapan berikutnya. Aku mengingat Allah sambil makan. Apapun yang aku makan aku ucapkan alhamdulillah. Aku cuci tanganku sebelum dan sesudah makan,” jawab Syekh Junaid.

“Kau ingin menjadi guru rohani di dunia tapi kau bahkan tidak tahu bagaimana cara makan,” sambil berkata demikian Bahlul kemudian berjalan pergi. “Wahai Syekh, Demi Allah Dia adalah orang gila, kata murid Syekh Junaid. “Dia adalah orang gila yang cerdas dan bijak. Dengarkan kebenaran darinya,” ujar Syekh Junaid.

Bahlul mendekati sebuah bangunan yang telah ditinggalkan, lalu ia duduk. Syekh Junaid pun datang mendekatinya. “Saya Syekh Baghdadi yang tidak tahu bagaimana cara makan,” ujar Syekh Junaid. “Engkau tidak tahu bagaimana cara makan tapi tahukah engkau bagaimana cara berbicara?,” tanya si Bahlul. “Iya,” jawab Syekh Junaid. “Bagaimana cara berbicara?,” tanya Bahlul.

“Aku berbicara tidak kurang tidak lebih dan apa adanya. Aku tidak terlalu banyak bicara. Aku berbicara agar pendengar dapat mengerti. Aku mengajak orang-orang kepada Allah dan Rasulullah SAW. Aku tidak berbicara terlalu banyak agar orang tidak menjadi bosan. Aku memberikan perhatian atas kedalaman pengetahuan dohir dan batin,” jelas Syekh Junaid.

Kemudian Syekh Junaid menggambarkan apa saja yang berhubungan dengan sikap dan akhlak. “Lupakan tentang makan, karena kau pun tidak tahu bagaimana cara berbicara,” cecar Bahlul, kemudian berdiri mengibaskan pakaiannya dan berjalan pergi.

“Wahai Syekh Junaid lihat dia adalah orang gila apa yang engkau harapkan dari orang gila tersebut,” ujar murid Syekh Junaid. “Ada sesuatu yang aku perlukan darinya. Kalian tidak tahu itu,” jawab Syekh Junaid.

Syekh Junaid lalu mengejar Bahlul lagi hingga mendekatinya. “Apa yang engkau inginkan dariku? kau yang tidak tahu cara makan dan berbicara apakah kau tahu bagaimana cara tidur,” tanya Bahlul.

“Iya aku tahu,” jawab Syekh Junaid. “Bagaimana caramu tidur,” tanya si Bahlul.

“Ketika aku selesai salat isya dan membaca doa, aku mengenakan pakaian tidurku,” jawab Syekh Junaid Kemudian Syekh Junaid menceritakan cara-cara tidur sebagaimana yang lazim dikemukakan oleh para ahli agama.

“Ternyata kau juga tidak tahu bagaimana caranya tidur,” kata si Bahlul seraya ingin bangkit dari duduknya.

“Wahai Bahlul, Aku tidak tahu demi Allah ajarkan aku,” ujar Syekh Junaid sambil menahan Bahlul.

“Sebelumnya engkau mengaku bahwa dirimu berpengetahuan dan berkata bahwa engkau tahu maka aku menghindarimu. Sekarang setelah engkau mengakui bahwa dirimu kurang berpengetahuan maka aku akan mengajarkan padamu,” ujar Bahlul.

“Apapun yang telah engkau gambarkan itu adalah permasalahan bukan yang utama, kebenaran yang ada di belakang memakan makanan adalah bahwa engkau memakan makanan yang halal. Jika engkau memakan makanan haram dengan cara seperti yang engkau gambarkan dengan 100 sikap pun tidak akan bermanfaat bagimu, melainkan akan menyebabkan hatimu hitam,” terang Bahlul.

“Semoga Allah memberimu pahala yang besar,” kata Syekh Junaid.

“Hati harus bersih dan mengandung niat yang baik. Sebelum kau mulai berbicara percakapanmu haruslah menyenangkan Allah. Jika itu tidak untuk duniawi dan pekerjaan yang sia-sia, maka apapun yang kau nyatakan akan menjadi malapetaka bagimu. Itulah mengapa diam adalah yang terbaik,” lanjut Bahlul.

“Dan apapun yang kau katakan tentang tidur itu juga bernilai tidak utama. Kebenaran darinya adalah hatimu harus terbebas dari permusuhan kecemburuan dan kebencian. Hatimu tidak boleh tamak akan dunia atau kekayaan di dalamnya, dan ingatlah Allah ketika akan tidur,” tambahnya.

Syekh Junaid kemudian mencium tangan Bahlul dan berdoa untuknya. Cerita tersebut mengajarkan bahwa jangan memandang hina pada siapapun, walaupun orang gila sekalipun dan jangan menganggap diri sendiri lebih baik dan hebat dari orang lain. *
https://www.youtube.com/@SyarifOfficial9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar