Karena itulah sebagian Syeikh Tasawuf berkata “Barangsiapa yang tidak nampak karomahnya setelah wafatnya sebagaimana nampaknya karomah pada saat wali tersebut hidup, maka ia bukanlah seorang shadiq (wali sejati)”
Berkata sebagian Syeikh Tasawuf, “Sesungguhnya Allah menugaskan malaikat pada qubur seorang Wali yang bertugas untuk memenuhi berbagai hajat, dan terkadang Sang Wali keluar dari quburnya dan memenuhi hajat tersebut oleh dirinya sendiri”.
Banyak Wali-Wali tersembunyi (Mastur) yang banyak orang tidak mengetahuinya. Semuanya memiliki martabat (tingkatan) dan kekhususan. Banyak orang hanya mengetahui Wali yang Masyhur daripada mengetahui Wali Khas yang derajatnya ditinggikan oleh Allah pada masanya dibanding lainnya. Bahkan seorang Sulthan Awliya masyhur, Syekh Quthbur Rabbani Abdul Qadir Al-Jaelani Qaddasalahu Sirrahul ‘Aziz, pada masa hidupnya tidak dikenal sebagai seorang Awliya. Baru setelah 25 tahun terbuka hijab (dinding penutup) akan kewaliannya.
Syekh Abdus Salam bin Masyisy RA. adalah seorang Wali Mursyid yang tidak dikenal pada masanya. Tapi setelah ditemukan di atas bukit oleh muridnya, yakni Syekh Ali Abul Hasan Asy-Syadzili (pendiri Thariqah Syadziliyyah), barulah terkuak keberadaan dan kebesaran Awliya-nya di tengah umat. Masyhur atau tidak, bukanlah tujuan bagi seorang Awliya. Semua terhitung dalam genggaman Kehendak dan takdir-Nya.
Sering kita dengar ungkapan “Yang Mengenal wali Hanya wali”. Itu benar, sebab pandangan seorang wali melewati sirrnya tidaklah terhalang apapun lagi. Maha besar Allah yang senantiasa memberi petunjuk kepada siapapun yang hendak ia berikan petunjuk termasuk untuk dapat mengenali walinya. Dengan beberapa sumber guru dan pengamatan faham yang kami peroleh, dengan lancang berani mengkategorikan beberapa ciri yang tampak pada seorang AWLIYA yang mastur/tersembunyi, sebagai berikut :Mereka seseorang yang low profile, dalam artian keberadaan mereka ditengah masyarakat tidaklah terlalu berpengaruh bahkan tidak sama sekali. ketiadaan dan keberadaan mereka tidak begitu menjadi perhatian
Tentunya mereka seorang ahli ibadah yang benar” taat kepada syariat islam yang telah dibawa nabi Muhammad SAW. Meskipun mereka seorang ahli ibadah, namun seorang awliya yang mastur biasanya tidak tampak kebaikannya begitu pula keburukannya, kemungkinan mereka hidup sebagaimana orang yang lain sebagai petani maupun pekerja bangunan. Mereka seorang ahli dzikir selalu ingat akan Allah SWT. meskipun dari yang dilihat mereka terlihat beraktivitas sebagaimana masyarakat pada umumnya, namun hati mereka tidak sekeditpun berpisah kepada Allah di waktu jaga maupun tidur, dikala duduk maupun berdiri, dikala siang maupun malam.
Mereka tenggelam dalam kemesraan bersama Tuhannya. Adem hati ketika memandang ataupun dipandang oleh sorotan matanya, sebab seorang ahli dzikir sejati yang benar-benar telah disebut dalam istilah tassawwuf “Bertubuhkan Kalimah” akan terpancar jelas diwajahnya. Adem hati sesaat duduk atau bercakap denganya, sebab seorang ahli dzikir akan menyebarkan energi positif (nurullah) ke sekelilingnya.
Saat melihat sosoknya atau mengingat namanya, atau bahkan terdengar disebut namanya, maka sejenak kitapun ingat kepada Nama Allah SWT. Wajah mereka terlihat sedikit kurus dan wajahnya yang terlihat agak pucat lantaran renggangnya rusuk-rusuk mereka dari kasur tempat tidur dan memperbanyak akan mereka puasa” sunah untuk melatih melawan hawa nafsu. Begitu mengagung dan memuliakan Rasulullah SAW sebagai wasithoh mereka washil kepada Allah SWT.
Tidaklah lisan mereka mengeluarkan sepatah dua patah kata kecuali itu mengandung hikmah, walau memang ada sebagian kecil diantara Wali Majdub yang telah tenggelam sepenuhnya dalam kefanaan mengeluarkan perkataan yang tidak dimengerti. Mereka mengetahuinya ketika ajal akan menjemput, disaat menjelang ajalnya mereka mengetahui kedatangan para malaikat. Berzikirlah mereka saat itu bersama malaikat yang berhasil di sisinya. Diketika mayat mereka dimandikan, pasti terlihat kulitnya berseri kekuning-kuningan dan diketika menguburkannya kelubang lahat dimudahkan oleh Allah SWT.
Sekiranya saja kita memiliki kejernihan hati dan atas petunjuk dari Allah, niscaya suatu saat kita diperkenankan bertemu mereka dan mengambil manfaat kepadanya. Sebab mereka para awliya adalah khalifah Allah dimuka bumi dan pewaris sah Rasulullah SAW. Namanya diharumkan oleh semua penduduk langit dan kehadiranya dirindukan pintu-pintu surga.
Dalam Hadits Disebutkan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِيْ لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِيْ لأُعِيْذَنَّهُ
Dari Abu Hurairah ra., dia berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Sesungguhya Allah Ta’ala berfirman : ‘Barangsiapa yang memusuhi Wali-Ku maka Aku telah mengumumkan perang dengannya. Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih aku cintai kecuali dengan beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah) maka Aku akan mencintainya dan jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku niscaya akan Aku berikan dan jika dia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi.’ ” (HR. Bukhari)
KISAH WALI TUKANG SAPU
Tiap pagi ia menyapu jalanan pasar. Usianya yang sudah cukup lanjut tidak menyurutkan niatnya untuk “mengabdi” kepada orang banyak dengan caranya sendiri; dengan menjadi juru bersih pasar. Tidak jarang para pedagang di sana meminta tolong kepada sang kakek untuk keperluan bisnisnya. Kakek ini seorang tukang sapu dan sekaligus tukang disuruh-suruh.
Suatu malam, pedagang A meminta bantuan si kakek untuk mengantar barang-barangnya ke suatu tempat. Pedagang A memberi tempo, barang itu mesti sudah sampai sebelum subuh. Sang kakek tak menolak. Di tempat lain, pedagang B meminta tolong hal yang sama. Ia juga memberi batas waktu, subuh hari barang itu harus sudah sampai di tempat. Si kakek mengiyakan. Dan celaka, ketika bertemu dengan pedagang C, kakek itu diminta lagi untuk mengerjakan perintah yang serupa. Juga ada deadline; subuh. Uniknya, lagi-lagi kakek itu menyanggupi. Bagaimana bisa, pada saat yang bersamaan, barang-barang berbeda harus diantar ke tempat yang saling berjauhan?
Pagi hari, semua barang sudah terkirim ke tujuan. Entah bagaimana mulanya, ketiga pedagang A, B dan C terlibat dalam obrolan. Sampailah ketiganya pada pembicaraan tentang pengiriman barang subuh tadi. Tiba-tiba mereka terhenyak, sebab ketiganya sama-sama meminta bantuan kepada orang yang satu. Bagaimana bisa, barang-barang mereka terkirim pada saat yang bersamaan oleh orang yang sama; si kakek tukang sapu?
Sejak pagi itulah, “pergunjingan” perihal karamah kakek tukang sapu merebak. Manusia yang rendah hati itu tentu bukan orang biasa. Dia tentu kekasih (wali)-nya Allah. Esoknya, setelah sepanjang hari kemarin para pedagang di pasar sibuk membicarakan karamahnya, si kakek malah tidak muncul. Usut punya usut, ia dikabarkan meninggal dunia. Konon, setelah semua orang tahu akan rahasianya, si kakek bermunajat kepada Allah. Ia berucap, kira-kira, “Ya Allah, karena rahasia-Mu ini sudah tersibak, maka kembalikanlah aku ke sisi-Mu”. Dan permintaannya dikabulkan.
Wali Mastur (Wali yang Tersembunyi)
Fragmen cerita di atas mengingatkan kita pada pendapat Sayidina Umar ibn al-Khattab. Menurut beliau, keberadaan para kekasih Allah (waliyullah), akan senantiasa disamarkan (mastur) oleh-Nya. Kita tidak pernah tahu, siapa-siapa saja yang diangkat menjadi kekasih oleh-Nya, seperti kakek tadi, atau malah justru para pengemis, atau orang yang kita nilai gila di jalanan, atau bahkan orang terdekat kita sendiri, atau justru orang yang sedang berada di hadapan Anda sekarang ini (ketika membaca tulisan ini). Allahu a’lam. Pendapat ini diamini oleh banyak ulama, meski beberapa yang lain tidak menyepakatinya (sebab beberapa banyak wali ada yang justru amat jelas terlihat).
Dalam kaitan dengan kekasih-kekasih-Nya yang mastur itu, pelajaran yang kita petik adalah supaya kita tidak gegabah dalam menilai orang, apalagi sembrono menista dan atau mencemooh orang lain. jangan-jangan, orang yang kita nista itu adalah justru kekasih-Nya?
Yang menjadi soal adalah suatu saat Allah berfirman, sebagai Hadits Qudsi; “Barang siapa melukai kekasih-Ku, maka Aku akan balik memusuhinya”. Diceritakan bahwa dulu, ketika Syaikh Abdul Qadir Jailani masih hidup, orang yang menyebut nama beliau tanpa berwudhu, langsung terputus kepalanya. Ini karena, seperti Firman Allah kepada beliau, “Abdul Qadir, engkau mengagungkan Asma-Ku, maka aku pun memuliakan namamu”. Al-hasil, apakah kita memang berniat menjadi musuh-Nya?
Kehidupan “Nyeleneh” Samud
Bagi masyarakat yang berdekatan dengan pasar Kaliwungu, Mangkang, Jrakah, Karangayu sampai pasar Bulu pada era tahun 70-an, mungkin tak asing dengan sosok ”Samud”. Sepintas pria bertubuh tambun dengan ciri bertelanjang dada, Sarung agak tinggi dengan gulungan besar diperut, baju disampirkan di pundak, berpeci ke belakang hingga terlihat rambut depannya, dan satu tangan terlihat menggerak-gerakkan jarinya seolah melakukan wirid.
Sepintas, warga di era tahun tersebut hanya melihat bahwa Samud hanyalah sosok yang kurang normal/gendeng. Bahkan ketika penulis menanyakan hal tersebut pada orang tua, teman (saat itu penulis masih kecil) dan handai taulan, banyak yang mengatakan kalau Samud “kabotan ngelmu” (tidak kuat melakukan laku tirakat). Pekerjaan Samud secara kasat mata adalah seperti “peminta-minta” di pasar. Ada yang memberi uang, jajan maupun makanan. Tidak hanya dipasar, di kendaraan umum pun Samud juga sering meminta.
Namun ada hal aneh yang terlihat saat itu pada diri Samud, dia begitu ikhlas dan hidup sederhana. Yang tak kalah aneh saat itu, hampir semua bakul yang dimintai oleh Samud, mereka akan memberikan dengan ikhlas dan senang hati, bahkan ada perasaan untuk beramal dengan memberi sesuatu pada Samud agar rizki mereka ditambah oleh Allah lewat dagangan mereka yang laris.
Penulis masih ingat ketika kernet angkutan menawarkan kepada Samud yang saat itu berdiri di depan warung makan orang tua penulis untuk ikut menuju pasar Karangayu dengan setengah memaksa secara gratis. Hal itu penulis tanyakan pada teman, kenapa Samud menjadi rebutan kernet untuk ikut angkutannya, jawaban sang teman sangat sederhana. Kernet akan mendapat untung, karena para penumpang akan memberi recehan kepada Samud, dan uang pemberian tersebut seluruhnya akan diberikan pada kernet ( saling menguntungkan bukan?)
Ada ciri khas lagi yang ada pada Samud, yaitu kantong kecil dari kain gandum, isinya uang recehan yang banyak sekali layaknya jaman kerajaan.
Siapakah Samud ini?
Sudah ada 3 kelompok yang menanyakan langsung soal Samud pada penulis, kebetulan penulis sempat menangi hidup dijamannya. Di mata penulis yang saat itu masih kanak-kanak, Samud terlihat sepintas seperti orang gendeng yang hidup menggelandang dari pasar ke pasar, tapi bagi sebagian orang (khususnya yang menanyakan tentang Samud pada penulis), mereka mengabarkan bahwa Samud adalah seorang Wali yang menyembunyikan kewaliannya.
Terlepas dari semua pendapat di atas, penulis melihat bahwa kehidupan Samud adalah kehidupan yang ikhlas yang hidupnya dipenuhi dengan dzikir disetiap aktifitas dan rutinitas menggelandangnya. Satu hal lagi, keberadaan Samud sangat dinantikan oleh para bakul pasar dan para kernet.
Makam Samud
Ada pendapat bahwa makam Samud berada di makam Bergota, tepatnya dibelakang RS. Kariadi Semarang, yaitu di makam orang-orang yang tidak mempunyai keluarga. Namun menurut orang tua penulis (mbah Syamsudin/ modin Jrakah) yang kebetulan ikut ngurusi jasad Samud yang meninggal di pasar Jrakah, bahwa jasad Samud oleh pihak pamong desa kelurahan Jrakah diserahkan pada keluarganya yang ada di Kaliwungu, Kendal dan dimakamkan di makam desa setempat.
Samud, Wali Yang Tersembunyi
Terlepas siapa sebenarnya sosok Samud, apakah dia orang gendeng atau Wali yang menyembunyikan kewaliannya, hanya Allah Yang Maha Tahu, sebagai manusia kita harus berhati-hati agar tidak mengkultuskan manusia secara berlebihan. Yang pasti keberadaan Samud saat itu, tidak pernah menyusahkan orang lain, bahkan lebih banyak diharapkan kedatangan dan keberadaannya khususnya disekitar wilayah Kaliwungu, Mangkang, Jrakah, Karangayu bahkan sampai pasar Bulu, itu semua masuk wilayah Kendal dan Semarang.
Kisah Wali Katum
Nama “Wali Katum” sudah tidak asing lagi bagi warga asli Kota Banjarmasin khususnya, dan masyarakat Kalimantan Selatan pada umumnya. Nama beliau sebenarnya adalah Muhammad Ramli bin Anang Katutut, di masa kecil beliau bernama Artum Ali, beliau hidup apa adanya tanpa berusaha (bekerja), hari-hari beliau habiskan hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Apabila ada makanan beliau makan, tapi kalau tidak ada beliau akan puasa. Meskipun demikian beliau tidak pernah mengeluh, minta-minta dan menyusahkan orang lain. Beliau selalu menutup diri dari orang lain dan suka menyendiri, sehingga tidak banyak aktivitas beliau yang terekspos. Karena itulah di masyarakat beliau lebih dikenal dengan sebutan “ Wali Katum”. Kata Katum diambil dari bahasa Arab yang berarti sembunyi.
Diceritakan, beliau kalau pergi selalu membawa Al-Qur’an apabila berhenti beliau akan membacanya, hingga akhir hayat beliau. Al-Qur’an tersebut tidak lagi persegi empat, melainkan berbentuk lonjong karena sisi-sisinya sudah aus terkikis lantaran sering dibaca.
Menurut penuturan Gusti Sulaiman bin Gusti H. Hasan (‘Guru Tuha’ kawan dekat dari Tuan Guru Abdussamad Kampung Melayu Sungai Bilu, Banjarmasin, sewaktu selama 7 tahun menuntut ilmu di Mekah), bahwa Gusti H.Hasan adalah kakak dari Gusti Anang Katutut yang adalah ayah dari Muhammad Ramli (“Wali Katum”). Dengan demikian maka, Gusti Sulaiman bin Gusti H. Hasan adalah memiliki hubungan keluarga sebagai sepupu sekali dengan” Wali Katum” atau Gusti Muhammad Ramli bin Gusti Anang Katutut.
Selanjutnya, menurut Gusti Sulaiman bin Gusti H. Hasan, yang kini berusia 95 tahun di Banyiur Dalam, Basirih Banjarmasin, ada beberapa keganjilan (khawariqul ‘adat) dari “Wali Katum”, begitu pula dengan bapaknya Gusti Anang Katutut.
Diriwayatkan pernah suatu hari serombongan orang bermobil datang untuk mengundang dan menjemput Gusti Anang Katutut (ayah Wali Katum), namun beliau tidak mau naik mobil dan mempersilahkan tamu yang menjemputnya lebih dahulu pulang. Sedangkan beliau mengeluarkan sebuah sepeda butut yang tempat duduknya hanya dililitkan kain supaya bisa duduk di atas sepeda butut tersebut.
Namun Alangkah terkejutnya rombongan yang ingin mengundang beliau, ternyata ayah Wali Katum sudah tiba lebih dahulu dan sedang menyandarkan sepeda bututnya di depan rumah yang ingin mengundang tersebut, padahal sewaktu berangkat tadi rombongan yang mengundang lebih dahulu dan cepat karena menggunakan mobil.
Selanjutnya diriwayatkan pula oleh Gusti Sulaiman bin Gusti H. Hasan, bahwa tempo dahulu pada musim haji, seseorang jama’ah haji dari Hulu Sungai melihat seorang pria di mekah yang berjalan beriringan, namun sambil berinting-inting atau jalan berjingkat-jingkat tanpa terompah (maklum zaman dulu tidak ada sandal jepit). Lalu jama’ah haji tersebut bertanya pada pria yang berjingkat, apakah sedang kepanasan kaki berjalan di padang pasir, namun pria itu menjawab :” Tidak”. Kemudian ditanyakan siapa namanya dan tinggal dimana, Pria misterius itu menyebutkan namanya Muhammad Ramli dan alamatnya di Tebu Darat, Hulu Sungai Tengah.
Karena merasa kasihan oleh jama’ah haji itu ketika melewati pasar dibelikanlah “Sepasang Terompah”, namun setelah menerima terompah tersebut, pria berjingkat-jingkat tadi menghilang begitu saja.
Setelah selesai menunaikan ibadah haji dan pulang ke kampung halaman, Sang jama’ah haji tadi teringat dan ingin pergi menemui Muhammad Ramli, di Tebu Darat. Tapi menurut penduduk kampung Tebu Darat, bahwa tidak ada warganya yang naik haji tahun ini. Tapi kalau orang yang bernama Muhammad Ramli memang ada, tapi tidak pergi haji, namun hanya berkhalwat di gubuk persawahan.
Merasa penasaran sang jama’ah haji itu lalu minta bawakan ke Gubuk Muhammad Ramli tersebut. Dan ternyata memang beliaulah yang bertemu dengannya di Mekah, sedangkan “Sepasang Terompah” terlihat ada digantungkan di dinding rumah / Gubuk Muhammad Ramli.
Sejak saat itulah masyarakat baru mengetahui, bahwa Muhammad Ramli adalah seorang Wali Allah SWT, sehingga beliau diberi gelar “Wali Katum” atau wali yang tersembunyi. Gusti Muhammad Ramli atau (“Wali Katum”) wafat tanggal 24 Juni 1982 M bertepatan dengan tanggal 29 Sya’ban 1402 H pada usia sekitar 70 tahun.
Makam “Wali Katum” terletak di desa Tabu Darat kecamatan Labuan Amas Selatan kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan. Makam keramat “Wali Katum” juga menarik ,karena selalu mendapat kunjungan ziarah dari masyarakat Kalimantan Selatan dan juga wisatawan peziarah lainnya.
Diantara Para Wali Mastur (tersembunyi) di Kalimantan Selatan
Untuk di Kalimantan Selatan banyak makam-makam para Wali Mastur bertebaran yang tidak diketahui banyak orang seperti halnya makan Tuan Guru Haji Surgi Mufti di Banjarmasin, makam Syekh Haji Jamaluddin (Haji Jamal) di Sungai Lulut Banjar, makam Tuan Guru Haji Muhammad Yusuf di Kambat Selatan Barabai, makam Sayyid Abdurrahman (Khatib Dayan) bersebelahan dengan makam Sultan Suriansyah, makam Guru Muhammad Ideris (Tuan Guru Ideris) di Gudang Hirang Sungai Tabuk Banjar, makam Datu Insad di Banyu Irang Tanah Laut, makam Datu Pamulutan di Pulau Sebuku Tanah Laut, makam Syekh Haji Muhammad Nur di Takisung, makam Syekh Muhammad Arsyad di Pagatan, makam Syarifah Baharun di Cempaka, makam Habib Bahasyim Basirih, makam Habib Umar bin Salim di Basirih, makam Syekh Muhammad Amin Banyiur Banjarmasin, makam Datu Bajut di Tungkaran, makam Syekh Abdullah Bugis di Tungkaran, makam Syekh Aminullah di Tungkaran Martapura dan banyak lagi makam para waliyullah mastur yang banyak tidak diketahui oleh masyarakat luas.
Semoga Allah SWT mengumpulkan kita semua di dalam surganya Allah. Amin Ya Rabbal’alamin…
Wali Mastur Zaman Abah Guru Sekumpul
Ada Seorang Sayyid (Dzuriyah Nabi SAW), yang setiap hari duduk-duduk di tempat perjudian. Sampai suatu saat ajal datang menjemputnya, orang-orang kampung tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya. Di saat wafatnya, hanya Istri dan anaknya yang menghadapi jenazahnya, tidak ada satu tetangga pun datang. Tidak ada satu pun tetangga yang mau memandikan, mengkafani, menshalatkan jenazahnya.
Sang Istri menangis melihat keadaan suaminya, dia-pun berdo’a:
“Yaa Allah.. Bagaimana dengan jenazah suamiku, Apakah aku buang ke sungai Mahakam ini atau aku biarkan sampai membusuk.. Engkau Yang Maha Luas Rahmat-Mu, berilah petunjuk…”
Tiba-tiba masuk seorang tampan tinggi rupawan mengucapkan salam.
“Assalamu’alaikum Yaa Syarifah…”
Tampak puluhan orang berjubah dan bersorban mengiringi dibelakangnya.
“Wa’alaikum Salam Warahmatullah…”
Saat melihat Sang Guru, si Syarifah tersentak kaget bukan main, yang datang adalah Al Imam Al Quthubul Akwan As-Syeikh Muhammad Zaini Bin Abdul Ghani Sekumpul.
Syarifah bertanya, “Kapan Pian kesini Guru. Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan sangatlah jauh jaraknya, apalagi kami di daerah Hulu Mahakam Kembang Janggut ini.”
Jawab Guru Sekumpul
“Allah Yang Memudahkan…”
Tiba-tiba dari luar banyak orang kampung datang, dan terperanjat seketika tahu yang datang Guru Sekumpul, maka mereka keheranan dan salah-satu dari mereka berkata, “Wahai Guru, ini adalah orang yang senang berjudi, tiap hari duduk-duduk di tempat perjudian…”
Guru Sekumpul tersenyum dan berkata, “Apakah kamu melihat beliau sendiri main judi, atau beliau cuma duduk-duduk saja disitu tanpa main judi?”
Sang penduduk terdiam, kata Abah Guru Sekumpul kemudian “beliau ini yang tiap hari kalian lihat di tempat perjudian adalah seorang Dzuriat Rasulullah SAW, beliau ini yang jadi Penyandang Bala di kampung sini, beliau ini yang setiap malam pada saat kalian tidur beliau bangun dan shalat tahajud mendo’a kan kalian, beliau juga yang rela setiap hari duduk di tempat perjudian berdzikir dan memohon ampun untuk para penjudi agar mereka sadar, tapi kalian tidak tahu kalian cuma melihat dengan pandangan dzahir saja, beliau tidak terkenal dalam pandangan masyarakat bumi tapi sangat terkenal di langit”. Dari itu sedalam lautan bisa ditebak, namun hati kita siapa yang bisa tebak.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَ رِكُمْ ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah Abdirrahman bin Syahrin radhiyallahu ‘anhu, ‘Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian.” (Diriwalatkan Muslim)
Sabda beliau “tetapi Dia melihat kepada hati kalian,” dalam riwayat lain dijelaskan “hati dan amal kalian.”
Hadits ini menunjukkan seperti apa yang ditunjukkan oleh firman Allah,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhya Kami menciptakan kamu dari seorang laki–laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa–bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnla Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujuraat: 13)
Allahumma Sholli ‘Alaa Sayyidina Muhammad…
Jangan mudah Su’udzon kepada orang lain, karena kita semua tidak tau bagaimana hati mereka itu.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Mengutip Tulisan : Wiyonggo Seto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar