Shalat Itu Mi’raj Orang Beriman


Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 2:

الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ

(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

Di ayat tersebut disebutkan tanda pertama dari kepribadian muttaqin (yang benar bertakwa) setelah keimanan kepada Allah adalah “menjalankan shalat dengan benar.” Di berbagai hadis Nabi Muhammad ketika berbicara bangunan Islam, maka yang pertama setelah syahadat untuk dapat membangun Islam pada kehidupan ini adalah melalui shalat.

Islam dibagun di atas lima hal:
  1. Syahadat lâ ilâha illâllâh dan Muhammadur Rasûlûllâh, 
  2. Menegakkan shalat, 
  3. Menunaikan zakat, 
  4. Haji ke Baitullah bagi yang mampu, dan 
  5. Puasa Ramadhan.” 
(Al-Bukhari No. 8 dan Muslim No. 16).

Sungguh shalat adalah hal yang prinsip dan penting dalam kehidupan seorang muslim, kenapa?
Karena shalat adalah inti dari Islam itu sendiri, hal itu disebabkan oleh tiga hal berikut.Shalat adalah jalan pertama bagi seorang mukmin untuk hadir di hadapan Allah

Ia adalah jalur cepat bagi muslim untuk bertemu dengan Penciptanya saat masih di dunia. Sehingga ada istilah:

الصَّلاَةُ مِعْرَاجُ الْمُؤْمِنِيْنَ

“Shalat itu adalah mikraj bagi orang-orang yang beriman.”

Sekalipun lafadz di atas tidak kami temui dalam kitab-kitab hadis, atau dalam kitab manapun dengan disebutkan runtutan rawinya. Setelah kami lacak adanya dalam beberapa kitab tafsir seperti Ruhul Ma’ani (9/271), tafsir Naisabur (3/192) dan Ruhul Bayan (2/213).

Semuanya disebutkan tanpa sanad. Namun maknanya memotivasi kita untuk lebih semangat dalam shalat. Karena seolah tangga (mi’raj) seorang kepada Tuhannya hanyalah melalui shalat.

Kalau Nabi Muhammad dapat bermi’raj kepada Allah di sidrah al muntaha, maka kita ummatnya pun bisa bermi’raj tiap saat melalui shalat. Seolah shalat itu membuat kita terbang tinggi menuju Allah.

Dan bukankah di hadis disebutkan yang paling mendekatkan seorang hamba dengan Penciptanya adalah melalui shalat? Renungkan hadis ini;
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Keadaan paling dekat seorang hamba dari Rabb-nya adalah ketika dia dalam keadaan sujud, maka perbanyak doa (di dalamnya).” (Muslim).

Sungguh shalat itu seperti ruang privat untuk hamba agar dapat berkonsultasi dengan Allah.

Pernyataan Syekh Hasan Al Bashri; “Barang siapa yang berkeinginan Allah mengobrol kepadanya maka bacalah Al-Qur’an, dan barang siapa yang ingin ngobrol dengan Allah maka shalatlah.”

So… Alangkah indahnya jika seseorang berdialog dan ngobrol santai dengan sang Kekasihnya. Karena Allah pasti membalas obrolan itu.

Lihatlah bagaimana ketika seseorang membaca Al-Fatihah di dalam shalat, maka itu terjadi obrolan yang asyik dengan Allah.

Hadis dari Abu Hurairah, Nabi bersabda:

Allah berfirman, Aku membagi shalat antara diri-Ku dan hamba-Ku menjadi dua. Untuk hamba-Ku apa yang dia minta.

Apabila hamba-Ku membaca, “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.”

Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku memuji-Ku.”

Apabila hamba-Ku membaca, “Ar-rahmanir Rahiim.”

Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku mengulangi pujian untuk-Ku.”

Apabila hamba-Ku membaca, “Maaliki yaumid diin.”

Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku mengagungkan-Ku.” Dalam riwayat lain, Allah berfirman, “Hamba-Ku telah menyerahkan urusannya kepada-Ku.”

Apabila hamba-Ku membaca, “Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’in.”

Allah Ta’ala berfirman, “Ini antara diri-Ku dan hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku sesuai apa yang dia minta.”

Apabila hamba-Ku membaca, “Ihdinas-Shirathal mustaqiim….dst. sampai akhir surat.”

Allah Ta’ala berfirman, “Ini milik hamba-Ku dan untuk hamba-Ku sesuai yang dia minta.”

(Ahmad 7291, Muslim 395 dan yang lainnya).Satu-satunya ibadah yang perintahnya di langit


Hal ini terkait ketika Nabi Isra’ dan Mi’raj (mengenai waktu isra’ ini para ulama berselisih kapan itu terjadi). Namun menurut Ibnu Katsir itu terjadi satu setengah tahun sebelum hijrah.

“Pada malam Isra’ Mi’raj, tepatnya satu setengah tahun sebelum hijrah, Allah mewajibkan shalat lima waktu kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Kemudian secara berangsur, Allah terangkan syarat-syaratnya, rukun-rukunnya, serta hal-hal yang berkaitan dengan shalat.”

Perintahnya di langit, yang menunjukkan ketinggian dari nilai shalat itu sendiri.Amalan yang menentukan karena menjadi amalan yang pertama dihisab

“Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (At-Tirmidzi, ia mengatakan hadis ini hasan).

Kalau shalatnya lolos, maka loloslah yang lainnya, karena memang dengan shalat seseorang itu akan sukses.

Lihat Surat Al Mukminun ayat 1-2:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ

الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.”

Beruntung, itu adalah kata lain dari kesuksesan. Namun demikian, shalat yang menghasilkan kesuksesan itu bukan hanya shalat yang menggugurkan kewajiban, namun shalat yang benar-benar berkualitas atau khusyu’.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar