Membakar dupa atau kemenyan saat berdoa

Membakar Wewangian Bukhur, Sunnah yang Terlupakan
Bagi sebagian warga, bau kemenyan diidentikan dengan pemanggilan roh, dan sebagian yang lain menganggapnya sebagai pengharum ruangan. Ada pula yang merasa terganggu dengan bau kemenyan. Bagaimana sebenarnya hukum menggunakan kemenyan? 
Berikut penjelasan Al-Habib Quraisy Baharun (Pimpinan Ponpes As-Shidqu Kuningan). Mengharumkan ruangan dengan membakar kemenyan, dupa, mustiki, kayu gaharu yang membawa ketenangan suasana adalah suatu hal yang baik. Karena hal ini ittiba' dengan Rasulullah SAW karena beliau sendiri sangat menyukai wangi-wangian, baik minyak wangi, bunga-bungaan ataupun pembakaran dupa. Hal ini turun-temurun diwariskan oleh beliau kepada sahabat dan tabi'in. Hingga sekarang banyak sekali penjual minyak wangi dan juga kayu gaharu, serta dupa-dupaan di sekitar Masjid Nabawi dan Masjidil Haram

. ﻣﺴﺌﻠﺔ ﺝ: ﺍﺧﺮﺍﻕ ﺍﻟﺒﺨﻮﺭ ﻋﻨﺪ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﻛﻘﺮﺍﺀﺓ ﺍﻟﻘﺮﺃﻥ ﻭﻣﺠﻠﺲ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻟﻪ ﺍﺻﻞ ﻓﻰ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺍﻥ ﺍﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺤﺐ ﺍﻟﺮﻳﺢ ﺍﻟﻄﻴﺐ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﻭﻳﺤﺐ ﺍﻟﻄﻴﺐ ﻭﻳﺴﺘﻌﻤﻠﻬﺎ ﻛﺜﻴﺮﺍ ﺑﻠﻐﺔ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺹ ٥٣ - ٥٤

"Membakar dupa atau kemenyan ketika berzikir kepada Allah dan sebagainya seperti membaca Alqur'an atau di majlis-majlis ilmu, mempunyai dasar dalil dari Al-Hadis yaitu dilihat dari sudut pandang bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW menyukai bau wangi dan menyukai minyak wangi dan beliau pun sering memakainya." (Lihat Kitab Bulghat ath-Thullab halaman 53-54)

. ﻗﺎﻝ ﺑﻌﺾ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻭﻳﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﺒﺨﺮ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻣﻦ ﺣﻴﻦ ﻳﻤﻮﺕ ﻻﻧﻪ ﺭﺑﻤﺎ ﻇﻬﺮ ﻣﻨﻪ ﺷﺊ ﻓﻴﻐﻠﺒﻪ ﺭﺍﺋﺤﺔ ﺍﻟﺒﺨﻮﺭ 

Sahabat-sahabat kita (dari Imam Syafi'i) berkata: "Sesungguhnya disunnahkan membakar dupa di dekat mayyit karena terkadang ada sesuatu yang muncul maka bau kemenyan tersebut bisa mengalahkan/menghalanginya." (Al-Majmu' Syarh Muhadzdzab juz 5 halaman 160)

 ان بن عمر إذا استجمر استجمر بالوة غير مطراة أو بكأفور يطرحه مع الألوة ثم قال هكذا كان يستجمررسول الله صلى الله عليه وسلم 
.
Apabila Ibnu Umar beristijmar (membakar dupa) maka beliau beristijmar dengan uluwah yang tidak ada campurannya, dan dengan kafur yang dicampur dengan uluwah, kemudian beliau berkata: "Seperti inilah Rasulullah SAW beristijmar" (HR. An-Nasa'i No 5152) Al-Imam Nawawi mensyarahi hadits ini sebagai berikut: "Yang dimaksud dengan istijmar di sini ialah memakai wewangian dan berbukhur "berdupa" dengannya. Lafadz istijmar itu di ambil dari kalimat Al Majmar yang bermakna al bukhur "dupa" adapun Uluwah itu menurut Al Ashmu'i dan Abu Ubaid dan seluruh pakar bahasa Arab bermakna kayu dupa yang dibuat dupa. (Syarh Nawawi ala Muslim: 15/10). 

Ditambah komentar Imam Nawawi pensyarah hadits ulung tentang hadis ini: "Dan sangat kuat kesunnahan memakai wewangian (termsuk istijmar) bagi laki-laki pada hari Jumat dan hari raya, dan saat menghadiri perkumpulan kaum muslimin dan majlis zikir juga majlis ilmu. (Syarah Nawawi ala Muslim: 15/10) Dan membakar dupa saat majlis zikir, atau majlis pengajian itu sudah dicontohkan oleh Imam Malik RA, seperti yang dijelaskan dalam biografi Imam Malik yang ditulis di belakang Kitab Tanwirul Hawalik syarah Muwattho' Malik Imam Suyuti. Juz 3 No 166. 

Mutrif berkata: "Apabila orang-orang mendatangi kediaman Imam Malik, maka mereka disambut oleh pelayan wanita beliau yang masih kecil lalu berkata kepada mereka, "Imam Malik bertanya apakah anda semua mau bertanya tentang hadits atau masalah keagamaan? Jika mereka berkata: "Masalah keagamaan" maka, Imam Malik kemudian keluar kamar dan berfatwa, jika mereka berkata "hadis" maka beliau mempersilakan mereka untuk duduk. 

Kemudian beliau masuk ke dalam kamar mandi, lalu mandi, dan memakai minyak wangi, kemudian memakai pakaian yang bagus, dan memakai sorban. Dan di atas beliau memakai selendang panjang di atas kepalanya, kemudian di hadapan beliau diletakkan mimbar (dampar) dan setelah itu beliau keluar menemui mereka dengan khusu' lalu dibakarlah dupa hingga selesai dari menyampaikan hadis Rasulullah SAW. 

"Membakar dupa atau kemenyan ketika berzikir kepada Allah dan sebagainya seperti membaca Alqur'an atau di majlis-majlis ilmu, mempunyai dasar dalil dari Al-Hadis yaitu dilihat dari sudut pandang bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW menyukai bau wangi dan menyukai minyak wangi dan beliau pun sering memakainya." (Bulghat ath-Thullab halaman 53-54).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar